Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin mengalami tekanan. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) tetap melihat nilai tukar Rupiah ini diperlukan guna menghadapi kondisi perekonomian ke depan.
Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, masyarakat harus tetap berpikir positif meskipun pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Negeri Paman Sam tersebut hampir mencapai Rp12.000 per USD.
"Ini adalah persiapan menuju dunia yang lebih ketat pada tahun depan. Karena situasi empat tahun terakhir bunganya terlalu murah, kebijakan likuiditas longgar," tuturnya pada acara Asian Pacific Bankers Council di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Agus Marto menilai volatilitas Rupiah akan terus berlanjut sampai kebijakan quantitative easing The Fed benar-benar ditarik oleh bank sentral. Meski demikian, dia mengungkapkan BI akan mengupayakan agar volatilitas Rupiah tersebut tidak bergerak tajam.
"Rupiah saat ini juga masih mencerminkan fundamental dan tren yang lebih baik dari ekspor-impor Indonesia. Investasi kita yang masih tinggi akan terefleksi dengan nilai tukar kita," paparnya.
Menurutnya, saat ini pelemahan Rupiah dipicu kecemasan pelaku pasar terhadap kemungkinan tapering off, yang dikhawatirkan akan dilakukan The Fed pada akhir tahun ini ataukah awal tahun depan.
"Indikator ekonomi AS yang dirilis kemarin tidak sesuai harapan membuat kami yakin tapering tidak akan jalan pada Desember. Karena inflasi dan tingkat penganggurannya belum sesuai dengan harapan mereka," kata Agus.