psk gang dolly |
Pengalaman pertamanya terjadi pada 2010 lalu. Saat itu, dia sudah dua tahun menikah. Wisma Madona di ujung Gang Dolly menjadi sasaran Rendi. "Saya kelilingi Dolly, akhirnya sampai di ujung itu karena ada yang cantik," katanya sambil terkekeh.
Rendi memilih perempuan yang berusia sekitar 24 tahun. Tercantik di antara yang berjejer di etalase wisma. Tidak sulit bagi Rendi untuk bertransaksi. Cukup memilih, sang perempuan pun menurut ketika diajak ke kamar. Dengan tarif Rp 175 ribu per jam, Rendi melampiaskan hasrat seksualnya.
Rendi mengaku penasaran dengan Dolly. Cerita bahwa lokalisasi tersebut menyediakan perempuan-perempuan cantik semakin menarik minat Rendi. Pengalaman pertama Rendi membuatnya ketagihan, terutama setelah ribut dengan istri. "Enaknya bisa nyicipi yang lain," ujarnya beralasan.
Sebulan berikutnya, ia pun kembali. Kali ini dengan mengajak seorang kawan. Tapi Rendi ingin mencoba jam-jam bertarif lebih murah. "Kalau mau jelang subuh, harganya kan bisa di bawah Rp 100 ribu. Nah, saya ingin coba," kata pria yang bekerja di bidang Internet ini.
Merogoh kocek Rp 80 ribu, Rendi pun menjajal seorang pekerja seks komersial yang juga masih berusia muda. Namun, kali ini Rendi sial. Seorang tetangga melihat Rendi dan melaporkannya ke sang istri. "Ya, pulang-pulang langsung ribut, ramai," ujarnya.
Sejak saat itu, Rendi pun kapok. Ia tidak lagi "jajan" di Dolly. Letak Dolly yang dekat dengan jalan raya membuat Rendi waswas. Pria yang kini berusia 32 tahun itu tidak ingin tingkahnya ketahuan sang istri.
Sekarang, Rendi masih juga melampiaskan hasratnya itu di sebuah panti pijat di kawasan Jalan Kalibokor, Surabaya. Walaupun harus menyisihkan uang Rp 200 ribu, Rendi mendapatkan layanan pijat plus-plus. Terlebih lagi lokasinya yang tersembunyi membuat Rendi merasa aman.
Memanfaatkan jasa prostitusi akhirnya menjadi kebiasaan bagi Rendi. Sebulan, ia bisa berkunjung ke panti pijat plus-plus hingga tiga kali. Prostitusi menjadi hiburan setiap kali ribut dengan sang istri. "Ya, kalau bojoku muring-muring (istri marah-marah), pelampiasannya ya ke situ. Daripada stres," ujarnya. Selengkapnya, baca Edisi Khusus Dolly Menghitung Hari.
Orang-orang ini berperan sebagai calo atau makelar PSK di Gang Dolly. Biasanya, kalau yang datang tampak perlente apalagi berperawakan keturunan Tionghoa, bakal ditarik-tarik, sedikit memaksa, agar melihat koleksi PSK yang dipajang di kaca akuarium besar. Paha mulus mereka terangkat dengan badan bersandar di sofa.
Harga yang ditawarkan oleh para makelar bervariasi. Di tembok wisma biasanya dipasangi banderol harga untuk sekali kencan. Tak itu saja, harga sebotol bir pun dituliskan. Dalam banderol tersebut, ditulis harga sekali kencan berkisar antara Rp 80 ribu hingga Rp 200 ribu, sudah termasuk sewa kamar untuk satu kali kencan short time (satu jam).
Untuk pelacur yang tergolong primadona, dalam semalam mereka bisa mendapatkan tamu alias pria hidung belang sekira 7-10 tamu. Bahkan bisa 13-15 tamu dalam semalam saat malam minggu.
Dikatakan Sinta, bukan nama sebenarnya, tarif kencan dengan dirinya Rp 200 ribu, yakni untuk satu kali main (seks) selama satu jam plus dua kali karaoke. “Tarifnya setiap wisma memang berbeda-beda, Mas, tergantung kelasnya,” ujarnya. Untuk mbak-mbak yang lebih tua, tarif ngamarlebih murah lagi.
Ekawati, PSK di Wisma Srikandi 39, menuturkan tarif untuk kencan dengan dirinya Rp 100 ribu per jam. "Kalau setiap hari melayani 10 tamu, sebulan bisa mendapat Rp 12 juta," Ririn menjelaskan.