Sarwo Edhi (Sarwo Edhi Wibowo) adalah seorang perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang sejak dari kecil sudah memiliki bakat menjadi pemimpin. Semasa kecil, Sarwo Edhi punya hobi berkelahi dan mengadu nyali (keberanian). Sampai pada akhirnya beliau belajar silat untuk mengasah kepandaiannya berkelahi. Namun anehnya, setelah beliau mampu bermain silat dengan baik, beliau justru jarang berkelahi. Usut punya usut, ternyata teman-teman yang diajaknya berkelahi sudah ketakutan sebelum perkelahian itu sendiri terjadi. Ayah Sarwo Edhi adalah seorang pegawai negeri sipil dan saat itu menjabat sebagai Kepala Pegadaian pada masa penjajahan Belanda. Karena dididik oleh seorang pegawai negeri sipil, Sarwo Edhi kecil menjadikan ayahnya sebagai gambaran ideal baginya.
Sejak kecil Sarwo Edhi sangat ingin menjadi seorang prajurit. Ia mengagumi para tentara Jepang yang selalu memenangkan pertempuran melawan sekutu. Oleh sebab itu, ia mendaftarkan diri menjadi Heiho (pembantu tentara) di Surabaya dengan harapan kelak bisa menjadi tentara. Sayang, selama ia menjadi Heiho tidak diberikan pendidikan dan keterampilan perang yang membuat ia tangguh menjadi seorang prajurit. Akhirnya ia meninggalkan pekerjaannya sebagai Heiho. Setelah beberapa waktu, ia bergabung denganPETA (Pembela Tanah Air) . Beliau membentuk batalion yang akhirnya bubar. Akhirnya, tawaran membentuk batalion datang dari Jenderal Ahmad Yani (pahlawan revolusi) yang mengajaknya membentuk batalion di Magelang, Jawa Tengah. Sarwo Edhi-pun kembali menjadi seorang prajurit.
Ketika Sarwo Edhi menjabat sebagai Komandan RPKAD (Resimen Komando Angkatan Darat) yang namanya sempat diubah menjadi Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) dan berubah lagi menjadi Kopassus (Komando Pasukan Khusus – pasukan elit TNI AD yang lebih dikenal dengan nama pasukan baret merah), Sarwo Edhi turun sendiri ke medan pertempuran menuntaskan para pemberontak dan menenangkan masyarakat. Sukses menjalani karirnya, Sarwo Edhi pensiun dari bidang militer dan beralih ke lingkungan sipil. Ia dipercaya oleh negara untuk menjadi duta besar di Korea Selatan dan ditunjuk sebagai Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri. Setelah itu, Sarwo Edhi sempat ditunjuk untuk memangku jabatan sebagai Kepala BP7. Di luar karirnya di bidang militer dan sipil, ternyata Jenderal Sarwo Edhi adalah penggemar olahraga taekwondo. Hingga masa akhir hidupnya, ia menjadi Ketua Taekwondo Indonesia. Selain olahraga, Sarwo Edhi juga suka nonton film-film sejarah dan kolosal. Tokoh film favoritnya adalah Jenderal Mc. Arthur dan Jenderal Rommel. Meski beliau suka film-film barat, beliau juga penggemar wayang dan keris, warisan nenek moyang!
Jenderal (Purn) Sarwo Edhi adalah ayah dari Ibu Negara kita, Ibu Ani Yudhoyono. Nama beliau pun diabadikan menjadi nama sebuah gedung pertemuan di markas Koppasus, Cijantung, Jakarta Timur.
Biodata:
Nama : Sarwo Edhi Wibowo
Lahir : Purworejo, Jawa Tengah, 25 Juli 1925
Meninggal: Jakarta, 09 November 1989
Agama :Islam
Pendidikan:
MULO
SMA
Pendidikan Militer calon bintara Peta, Magelang
Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, AS
General Staff College, Australia
Karir:
Komandan pasukan BKR (1945)
Komandan Kompi Batalyon V Brigade IX, Divisi Diponegoro (1945-1951)
Komandan Kompi Bantuan, Resimen 13 Teritorium Diponegoro (1952-1953)
Wakil Komandan Resimen Taruna Akademi Militer Nasional (1959- 1961)
Kepala Staf RPKAD (1962-1964)
Komandan RPKAD (1965-1967)
Panglima Kodam II Bukit Barisan (1967-1968)
Panglima Kodam XVII Cenderawasih (1968-1970)
Gubernur Akabri (1970-1973)
Dubes RI di Kor-Sel
Irjen Deplu (1978-1983)
Kepala BP7 (1984 –1990 )
Kegiatan Lain:
Ketua Umum Perkumpulan Taekwondo Indonesia (1984 — 1999)